sumber gambar |
Hei, kau yang merengut, memasang
muka kusut saban hari. Kukira sudah saatnya melepaskan satu dua beban yang
menggantung selama ini. Jangan sampai
kau memasuki Ramadhan yang sekejap lagi tiba dengan wajah berlipat seperti ini.
Ra’jab sudah berbilang hari
munculnya dan aku tahu di antara sekat hatimu yang kian berkerak akibat dosa
yang terus mengalir, sementara pengikisnya berupa amal kebaikan sangat sedikit
yang kau lakonkan, kau merasa tak layak memasuki gerbang cahaya itu. Kau dengan
segala kesalahan yang sampai detik ini masih kau gotong, merasa pintu itu
terlalu mulia untuk kau masuki. Mengingat dosa-dosa menahun , pun bulanan
bahkan harian yang masih kau tindak-tandukan dengan begitu gemilang.
Lisanmu
kerap menyakiti, buruk prasangka yang sesekali hadir, syukur yang timbul
tenggelam, niat yang satu dua kali melenceng dari garis lurus,hafalan yang kian
tergerus, bertambah satu hilang beberapa, lalu apa lagi? Aku rasa tak cukup
huruf untuk menuliskan rangkaian kesalahan yang terus kau lakukan. Bahkan yang
terakhir ini yang kurasa adalah kecemasan tertinggimu, ketika nanti jatah
hidupmu selesai, sementara ayat-ayat yang kau coba rekam justru pelan-pelan lepas,
dan nanti ketika masanya tiba, ketika orang-orang menaiki anak tangga sesuai
dengan jumlah ayat yang dihafalnya, kau justru berada di anakan tangga terbawah
tanpa bisa melaju ke atas, menyisakan tangis yang tak lagi ada gunanya.
Bukankah ini hal yang paling kau takutkan, pertanggungjawaban atas cita-cita
masa kecilmu yang belum tuntas. Dan, oh, aku lupa sesuatu, bukankah genap 30
tahun nanti, kau ingin semuanya kelar. Namun, nyatanya di bilangan empat
tahunan lagi menuju angka 30, kau bahkan belum menyimpan separuhnya di
kepalamu, konon lagi hatimu yang hitam berkerak itu. Atau, jangan-jangan kau
memang tak pernah terpilih membersamai mereka, orang-orang yang pelan-pelan kau
temukan di sini, yang kau kenal di sana,
mereka yang kerap mengeja ayat-ayat baru setiap harinya. Menambah satu
dua keirian yang diperbolehkan di dalam keyakinanmu.
Aku kira masih ada waktu mengikis
kerak-kerak itu. Bagaimana bisa kau memasuki Ramadhan tanpa persiapan,
berharap hatimu kembali bersinar di Idul fitri, sementara orang-orang yang wajah
dan hatinya bercahaya memasuki Ramadhan dengan suka cita. Bersebab persiapan mereka sudah lebih matang.
Jauh-jauh hari mereka mengeruk kerak dosa dengan ragam kebaikan, taubat yang
tak henti-hentinya, sampai-sampai aku mendengar di setiap sudut mesjid pun
malam di sepertigaan malam, isak tangis mereka melangit : meminta keberkahan usia ,
keampunan, dan kelayakan hingga Ramadhan
layak mereka masuki. Hati mereka turut berbicara, air mata mereka merangkai kalimat, lisan mereka tak luput
meminta ampun, kembali meminta kepantasan, merayu agar turun kesempatan baik
itu : menjadi tamu di bulan yang sungguh mulia. Sementara kau, di sini, dengan
tawa lebarmu yang (kurasa) menjadi penyebab sulitnya menambah satu dua ayat dengan lebih cepat,
secepat dulu, ketika kau mampu menemukan celah di antara kesibukanmu,
menyisakan jeda teramat khusus untuk menuntaskan rencana masa kecilmu, hanya bisa menanam cemburu atas kenikmatan tangis mereka.
Ini bukan hanya perkara meminta jatah
hidup disampaikan ke gerbang itu, namun kerak dosa yang cukup karatan ini kurasa
menjadi penyebab kau pesimis bahwa kau termasuk orang yang layak (lagi)
bersanding mengejar gelar taqwa bersama orang-orang baik yang Allah pilih hati
mereka menjadi semakin bercahaya.
Masih ada sisa waktu untuk meminta dan menebus
dosa-dosa di masa lalumu (jika jatah hidupmu tidak berakhir sebelum Ramadhan
datang), semoga saja Allah berkenan memasukkanmu ke dalam golongan orang-orang
yang layak memasuki gerbang Ramadhan. Kau tahu, aku akan lebih senang jika mendengar ada ayat yang terekam
lebih banyak lagi di bilangan Ra’jab dan Sya’ban ini, Jumlah rupiah yang lebih
tinggi nominalnya untuk mereka yang terselip rezekinya di bagian yang kau
miliki, atau kebaikan lainnya yang makin menjulang. Anggap saja sebagai modal untuk masuk ke
gerbang yang benar-benar beraroma kebaikan di dalamnya.
Semoga kau, aku, kita dan mereka
sama-sama punya kesempatan bertemu kembali dengan Ramadhan Kariim, semoga
luntur kerak-kerak dosa yang makin menghitam ini.
Asrama ITB Jatinangor
4 mei 2014
di sela-sela tugas baca Biokonservasi
0 komentar:
Posting Komentar