Sabtu, 14 April 2012

Ketika Allah menunda sebuah permintaan :)



Seringkali, saya terjebak dengan keinginan-keinginan yang berloncatan. Menjulang, menurun, berganti-gantian ketika saya memikirkan deretan pekerjaan yang saya impikan. Sementara, di satu sisi, saya sendiri terjebak dengan mempertahankan kenyamanan dan tidak mau keluar dari zona nyaman tersebut. Hal berbahaya yang selama ini tetap saya jalani.

Berada di zona nyaman, bisa saja bermakna mematikan kreatifitas. ketika seseorang merasa betah, kerasan, atau apapun istilah yang anda suka, saat itulah seharusnya dia membuka pintu, menghirup udara berbeda di luar agar kreatifitasnya bisa lebih berkembang.

Setengah tahun saya menikmati zona nyaman. Kerja tak terlalu jauh dari rumah, dengan rutinitas yang seperti absen harian, namun sama sekali tidak melelahkan. Siap-siap di awal bulan memperoleh gaji, meski tak seberapa, namun cukup untuk beli ini itu, lalu? Dengan segala kenyamanan tersebut, tanpa disadari saya membiarkan diri saya mati pelan-pelan. Mati dengan otak yang membeku. Tak ada peningkatan kemampuan yang cukup berarti, ataupun penambahan wawasan yang melejit, hanya kenyamanan sesaat.  Kenyamanan yang membuat saya mati pelan-pelan. Karakter saya terbunuh. Saya yang dengan segala rutinitas di kampus dulu, betah berlama-lama di depan komputer, mengejar deadline, justru menjadi pribadi yang semangatnya mengerdil.

Di suatu petang yang sedikit melelahkan, kabar berbeda tersebut muncul tanpa pernah saya duga sebelumnya. mulanya, saya kira perihal kelulusan di tiga tempat sebelumnya yang sudah melewati serangkaian tahap, ketiganya berada di kota langsa juga, namun ternyata sama sekali tidak membawa aroma ketiga tempat tersebut; Ketiga tempat yang rutin terujar dalam setiap rakaat shalat hajat yang tak henti-henti tergelar, di tengah kecemasan akan rezeki yang seperti terhalang. perpaduan antara kecemasan dan keinginan mengasah kemampuan di tempat yang lebih baik: ketika saya mulai sadar bahwa saya sudah masuk zona nyaman.

Semuanya menjadi jelas, bahwasanya Allah menangguhkan, memberi sabar yang lebih panjang, hingga akhirnya apa-apa yang saya minta diganti dengan sesuatu yang lebih pantas menurut pandangan-Nya, sesuatu yang sebelumnya bahkan tidak terfikir untuk saya mintai. Ketika pekerjaan tersebut seolah turun begitu saja dari langit, maka nikmat mana lagi yang bisa saya ingkari.

Langsa, 15 April 2012

Next: bagaimana sedekah dan dhuha menjadi pintu-pintu rezeki.