Sabtu, 24 Maret 2012

coffee crispy

Secangkir kopi ketika menulis, mungkin bukan pilihan setiap orang. Namun, secangkir kopi kadang kala cukup menjadi teman yang kompak ketika gagasan bermunculan seperti peluru yang ditembakkan ketika perang terjadi, atau sesekali menjadi teman saat kekosongan bernama ide yang raib hadir tiba-tiba, bahkan ketika ide tersebut urgent status kehadirannya.

Beberapa orang yang saya kenal-berprofesi sebagai penulis, cenderung menjadikan kopi, entah pahit atau dengan beragam rasa yang dimodifkasi dewasa ini, sebagai karib wajibnya ketika naskah-naskah berjejalan minta diselesaikan.

saya pun tertarik untuk mencoba, ada apa sebenarnya di balik secangkir, atau beberapa, kopi saat seseorang sedang menulis. Penasaran. NAmun, yang sering terjadi bukanlah menikmati kopi berbarengan menulis, melainkan karena kelezatan rasa kopi(yang semakin bervariasi), saya cenderung menghabiskan isi cangkir terlebih dahulu. Lalu, mulai menekan-nekan keyboard laptop, menulis, menyelesaikan gagasan yang belum kelar.

Menulis, serangkaian aktifitas, beginilah saya menyebutnya, yang memberatkan sekaligus meringankan. Menulis, bukan hanya tulis - tulis segala huruf yang kau hafal saja, melainkan menyelesaikan gagasan yang berperang di kepala, menuangkannya menjadi kosakata menarik -setidaknya bagi diri sendiri- memenuhi setiap kekosongan makna dengan beragam informasi, sesepele apapun. Menulis memberatkan ketika si penulis sendiri merasa tertekan dengan apa yang ditulisnya, baik isi, maupun jadwal yang harus dikejar ketika tulisannya menjadi pesanan pihak lain. Menulis menjadi meringankan ketika ia menjadi lahan pelampiasan masalah, atau istilah kerennya curhat. lepas tulisan, lepaslah sejenak kepenuhan di kepalanya. Meski, dalam beberapa kasus, permasalahan tersebut tidak tuntas hanya dengan menuliskannya. Setidaknya, menulis bisa meringankan sedikit beban, ya, meski hanya seujung kuku.

Salam
Langsa, 24 maret 2012

0 komentar:

Posting Komentar