Sabtu, 15 Desember 2012

senyum keluarga

"selalu saja ada hikmah dari setiap kegagalan, penolakan, pemecatan, dan hal-hal kurang menyenangkan lainnya. sabar saja, carilah celah untuk melihat kebaikan dalam segala perkara. kau, yang didera perasaan tak nyaman, percayalah tak ada kebaikan yang tak terganti" shafira green sulaiman

Malam itu, saya sedikit kaget. kecewa itu menghadang dari segala sisi. secepat itu keputusan paling tidak tertebak muncul tiba-tiba. saya baru selesai dengan satu urusan dan siap-siap bertanya tentang urusan selanjutnya. Namun, yang saya dapati adalah ujian kecil. Loncatan kecil yang resmi padam.
saya tatap si pemberi kabar, meneliti mimik wajah, mendengar tertib setiap huruf yang dilisankan, berharap saya tidak salah dengar. secepat ini semuanya berubah?

baiklah,sepertinya saya harus menuliskannya secara lebih detail, sebagai kenangan di hari esok agar menjadi pembelajaran bagi saya sendiri.

 suasana kantor malam itu sudah sepi. jam dinding sudah bergeser ke angka setengah sepuluh. Di kantor kedua, tersisa saya dan tiga karyawan. penghuni lainnya berebutan memindahkan kendaraan dari parkiran kecil yang menghadap langsung ke jalan raya, secepat mungkin memacu kendaraannya. saya menyerahkan beberapa berkas yang selesai di isi oleh seisi kelas. meja resepsionis sudah rapi. tak ada berkas lain, selain dua kotak kaca kecil berisi lembaran promosi yang tak berpindah-pindah posisinya sejak saya bekerja di sana.

perbincangan pun bergulir. pekerjaan tambahan di akhir pekan yang sebenarnya sedikit saya cemaskan akhirnya dihentikan total. Seketika ada biru yang menghantam. bagaimana tidak, sederet rencana untuk menuntaskan pekerjaan tersebut secara luar biasa sudah ter-draft dengan rapi. Bahkan, sejumlah amunisi yang sebenarnya tak terlalu penting telah genap saya sediakan. Ibahkan, saya sudah mengeset ulang jadwal sedemikian rupa. mendelete hal-hal yang tidak penting dan menggesernya di awal pekan dengan cara bolos kerja di tempat lain yang tidak terlalu memerlukan keberadaan saya demi pekerjaan di akhir pekan tersebut.

saya tersenyum, mencoba berdamai dengan perang di dalam diri. Tak apa, itu yang saya ucapkan. gontai, membuka pintu, melaju ke parkiran.memastikan kondisi sepeda motor tak ada yang aneh, lalu melaju pulang. sejumlah pertokoan dan warung kopi "elite" masih beraktifitas. dingin menelusup, mengajak saya kembali berdamai.

bukankah kau, yang cemas berlipat ketika ditawari pekerjaan itu? takut tak layak, takut tak mampu menuntaskannya?

ya

bukankah kau pula yang protes pada jam kerja yang menjepit jadwal shalatmu? tepat lepas azan bukanlah hal yang menyenangkan untuk memulai kerja, bukankah tak suka jatah rawatibmu yang semakin tipis itu tergadai pula di akhir pekan?

benar

bukankah kau pula yang meminta, ketika sedang duduk dengan 'klien utamamu', hari itu, di hari pertama, agar Allah tunjukkan jalan keluar, di tengah ketakutan yang tak jelas muara. Supaya Dia jelaskan rinci, layak tidaknya kau menjadi bagian dalam pekerjaan tersebut. Bukankah kau yang meminta dengan hatimu, pelan, dan mengiba agar sekiranya tak layak supaya segera dijauhkan secepatnya?

ya.

saya berkendara dengan kecepatan yang sangat minim, pikiran saya benar-benar sedang berjalan ke belakang. Mengingat-ngingat kembali apa yang saya minta sepekan sebelumnya. dan ternyata jawaban itu benar-benar hadir.

lalu , bagaimana dengan amunisi yang telah disiapkan? dengan angka rupiah yang sudah terbayang

saya kembali tersenyum, mengulang beberapa ayat yang mulai terhapus sedikit, helai ketenangan itu hadir, segala kecewa tercabut sempurna. ya, ini yang saya pinta, dan ternyata sempurna dipilihkan oleh pemilik hidup. mungkin saja, karena niat saya sejak awal menerima pekerjaan tersebut lebih besar ke orientasi rupiah daripada kinerja yang optimal, bisa-bisa fokus saya malah kacau.

Tahukah kau, apa yang saya dapatkan setelah terlepas dari beban di akhir pekan?
senyum keluarga
Bukankah ada hal-hal yang tak bisa dibeli dengan uang?


dipos di kota langsa, 00.46, 16 desember 2012


0 komentar:

Posting Komentar